Banyaknya tempat makan enak di berbagai tempat yang dibahas media massa, membuat kita "gatal" ingin berwisata kuliner ke sana. Kue, masakan, dan aneka minuman, rasanya sayang jika tak sempat mampir di lidah. Tak sedikit orang yang sengaja meluangkan waktu libur, hanya untuk berburu tempat makan baru. Pameran kuliner pun tak pernah sepi dari penggemar makanan.
Berwisata kuliner tentu sah-sah saja. Namun, sadarkah Anda, makanan yang diburu bukan tak mungkin justru bisa membuat Anda diburu kolesterol tinggi? Kolesterol berlebihan, terutama yang jahat, akan mengendap dalam pembuluh darah. Endapan ini dapat menyebabkan sumbatan, sehingga membuat pembuluh darah melebar dan pecah.
Jika yang tersumbat pembuluh darah yang mengarah ke jantung, apalagi bila sumbatannya total, akibatnya bisa fatal, yaitu jantung tak mendapat pendarahan yang benar. Inilah penyebab timbulnya serangan jantung. Sebab, daerah yang tak mendapatkan pendarahan yang benar, akan menjadi mati. Padahal, ada pusat yang harus selalu berdenyut.
"Bila daerah itu mati, denyutan jantung akan berhenti," ujar dr. Fiastuti Witjaksono, M.S, spesialis nutrisi klinis dan konsultan kesehatan Semanggi Specialist Clinic Jakarta. Namun, jangan dulu panik membayangkan kolesterol berlomba-lomba menumpuk di dalam tubuh. Ternyata, kolesterol tak selalu jahat, kok. Menurut Fiastuti, kolesterol dan lemak justru dibutuhkan tubuh untuk membangun dinding sel.
Asal tahu saja, hormon-hormon tertentu, antara lain hormon reproduksi, membutuhkan kolesterol. Namun, tentu tak oleh berlebihan. Kolesterol sendiri dibagi menjadi tiga macam, yaitu kolesterol total, jahat, dan baik. Total kolesterol adalah kolesterol jahat ditambah kolesterol baik. Namun, menurut Fiastuti, ini bukan penjumlahan matematis.
BISA DIKENDALIKAN
Kolesterol jahat diendapkan di dalam pembuluh darah, sehingga bila berlebihan bisa menyumbat dan menyebabkan kematian. Kolesterol baik justru berfungsi untuk menarik dan mengambil endapan lemak yang ada di dalam pembuluh darah. Dari mana kolesterol berasal? Menurut Fiastuti, kolesterol berasal dari makanan, antara lain jeroan, daging, dan gajih.
Perlu diingat, makanan hanya menyumbang 30 persen jumlah kolesterol yang masuk ke dalam tubuh. Itu pun, hanya dari bahan makanan hewani. Sisanya? "Dari metabolisme tubuh kita sendiri. Itu sebabnya, ada orang yang diet mati-matian atau tidak makan sama sekali, tapi tetap saja kolesterolnya tinggi. Orang seperti ini butuh obat," papar Fiastuti.
Untungnya, selain sumbangsihnya tidak besar, kolesterol dari bahan makanan bisa dikendalikan. Agar kolesterol dalam tubuh tetap terjaga, Fiastuti menganjurkan untuk makan dengan kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik. Dari mana kita tahu porsi makan yang disantap tergolong cukup atau sudah berlebih? Secara kuantitas, orang yang punya berat badan normal dan tetap stabil, artinya jumlah yang dia konsumsi cukup.
SERBA DIGORENG
Ironisnya, menurut Fiastuti, kebanyakan orang Indonesia mendapatkan lemak dari makanan yang digoreng. "Semua serba digoreng, bahkan termasuk nangka. Jika semua makanan digoreng, tentu minyak dua sendok tak cukup. Artinya lemak yang masuk ke tubuh lebih dari 30 persen, padahal hanya segitu kebutuhan kita. Ini harus dihindari," tutur Fiastuti.
Minyak goreng, lanjutnya, memang tak mengandung kolesterol. Namun, bila dipanaskan dengan suhu tinggi (untuk menggoreng, terutama dengan cara deep fry), minyak yang bagus sekalipun, akhirnya berubah menjadi minyak berlemak jenuh. Apalagi, bila digunakan berkali-kali. Selain itu, minyak ini juga bisa merusak kadar kolesterol di dalam darah yang akhirnya menyebabkan penyumbatan.
Setelah diolah di dalam tubuh, gorengan bisa menjadi kolesterol. Sebab, saat minyak yang masuk ke dalam tubuh sudah berlebih, sisanya bisa disimpan dalam bentuk kolesterol atau trigliserida. Minyak yang bagus, menurut Fiastuti, adalah minyak yang kandungan lemak tak jenuhnya lebih banyak daripada lemak jenuh. Misalnya, minyak bunga biji matahari, minyak jagung, dan minyak kedelai.
Tahu, tempe dan ikan memang sehat, tapi bila digoreng dengan cara deep fry, lemak jenuhnya jadi tinggi dan memicu peningkatan kolesterol. Dari pada digoreng, saran Fiastuti, lebih baik ikan diolah dengan cara di tim, rebus, dibuat sup, atau pepes. "Menghindari kolesterol bukan berarti tak bisa makan enak," papar Fiastuti.
Ia menambahkan, minyak kelapa mengandung lemak jenuh, sementara minyak zaitun, alpukat dan kacang-kacangan mengandung lemak tak jenuh tunggal. Sedangkan minyak ikan mengandung lemak tak jenuh ganda. Meski penjelasan di atas terkesan "seram", bukan berarti tak boleh makan ini-itu. Berwisata kuliner tetap boleh dilakukan, asal tetap memerhatikan jumlah dan komposisi makanan, kandungan nurtisi dan cara memasaknya.
CICIPI SEDIKIT
Sesekali makan melebihi porsi tak apa-apa, tapi tetap harus diimbangi dengan buah dan sayur, minimal lima porsi sehari. Seporsi buah bisa diartikan dengan apel satu butir atau pir sebutir, atau 10 buah berukuran kecil, misalnya kelengkeng. Bila yang disantap steik dan daging, tentu tak bisa setiap hari berwisata kuliner seperti ini.
Namun, akan lebih baik bila makanan sehat yang dipilih. Toh, tetap lezat dan pilihannya banyak, antara lain siomay, schotel tahu, tempe bacem atau tempe bakar, pepes tahu atau ikan, sup ikan, tim ikan, pecel, gado-gado, karedok, asinan dan lainnya. "Jangan makan demi gengsi, karena masih banyak orang yang makan sesuatu dengan alasan gengsi," tuturnya.
Misalnya, makanan cepat saji dan salad. Padahal, salad dressing-nya saja banyak yang tinggi kolesterol dan lemak. Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan saat berwisata kuliner. Antara lain, bila yang ingin disantap cukup banyak, misalnya saat datang ke festival kuliner, cicipi satu jenis makanan dalam porsi kecil. Ajak orang lain untuk berbagi makanan yang ingin dicoba.
Selain tak cepat kenyang, cara ini bisa membuat kolesterol yang masuk ke dalam tubuh lebih sedikit dibanding bila kita menyantapnya dalam jumlah satu porsi penuh. "Atau, santap sayur dalam jumlah agak banyak di pagi hari sebelum ke tempat wisata kuliner. Sampai di sana, baru mencoba beberapa makanan yang diinginkan dalam porsi secukupnya."
Pada saat datang ke pesta, lanjut Fiastuti, boleh menyantap menu melebihi porsi sehat, asal tidak sering. "Sebulan sekali bolehlah. Selebihnya, pilih menu sehatnya," saran Fiastuti sambil mengingatkan, makanan "modern" seperti junk food dan makanan cepat saji pun mengandung lemak lebih banyak dari yang dibutuhkan, bahkan berkali-kali lipat.
BERISIKOKAH ANDA?
Bila berat badan terus naik hingga melebihi batas normalnya, artinya jumlah yang disantap sudah berlebih. Secara kualitas, porsi makan yang baik haruslah mengandung 60-65 persen karbohidrat, 25-30 persen lemak, dan 15-20 persen protein. Lemak yang dibutuhkan itu, harus terkandung lemak jenuh, lemak tak jenuh tunggal maupun ganda, masing-masing tak boleh lebih dari 10 persen, ditambah kolesterol yang tak boleh lebih dari 300 mg per hari.
Rumit? Tidak juga. Menurut Fiastuti, wanita yang tak berdiet membutuhkan 1500-1800 kalori per hari. Bila dijabarkan dalam menu, sarapan terdiri dari nasi tiga perempat gelas, satu lauk hewani (misalnya, sepotong ayam) atau satu lauk nabati (sepotong tahu atau tempe), semangkuk sayur, buah, dan satu sendok sayur. Menu makan siang dan malam, segelas nasi, satu lauk hewani, satu lauk nabati, semangkuk sayur, seporsi buah dan dua sendok sayur.
Risiko seseorang mendapatkan serangan jantung atau penyumbatan pembuluh darah bisa dilihat dari rasio antara kolesterol total dan kolesterol baik. Risiko yang dianjurkan, hasil rasio yang kurang dari 4,5. Batas kolesterol total 200 mg/ dl, kolesterol jahat 150, dan kolesterol baik sebaiknya lebih dari 45.
Fiastuti mencontohkan, misalnya kolesterol total seseorang 250 mg/ dl, sedangkan kolesterol baiknya 80 mg/ dl. "Bagi saja 250 mg/ dl dengan 80 mg/ dl, hasilnya tak lebih dari 4. Rasio itu masih bagus. Tapi jika kolesterol totalnya 160 mg/ dl, dan kolesterol baiknya 35 mg/ dl, hasilnya lebih dari 5. Jika seperti ini, berisiko menimbulkan penyumbatan pembuluh darah," jelas Fiastuti.
TIPS MENJAGA KOLESTEROL
1. Stop makan berlebihan. Makanan berlebih akan disimpan dalam bentuk lemak di dalam tubuh. Meski belum tentu menjadi kolesterol, tapi ada metabolisme tertentu yang bisa mengubahnya menjadi kolesterol.
2. Hindari lemak hewani. Misalnya, lemak daging sapi. Ingat, steik sirloin mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi! Pilih saja daging has dan konsumsi daging cukup dua kali per minggu.
3. Batasi kuning telur. Si kecil kuning ini juga berkolesterol tinggi, lho!
4. Batasi menyantap seafood. Kecuali ikan, karena seafood (udang, kepiting, kerang, dan lobster) juga berkolesterol tinggi.
5. Perbanyak makan ikan. Terutama ikan dari laut dalam, misalnya tuna, salmon dan kakap.
6. Hindari gorengan. Batasi menyantap makanan yang digoreng.
sumber : http://imisup.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar